Menanamkan Kesadaran Kritis melalui Buku 'Enggan Jadi Keluarga Fasis'


Enggan Jadi Keluarga Fasis karya Frans Pascaries adalah bukti serius tentang peran penting orang tua dalam membentuk pandangan dunia bagi anak-anaknya. Melalui kumpulan surat yang penuh kasih kepada putrinya, Mafa, Pascaries dengan cermat menggabungkan anekdot pribadi, refleksi sejarah, dan ajaran moral dalam menunjukkan arah untuk menanamkan kesadaran kritis serta memberikan pemahaman tentang kompleksitas dunia.

Buku ini dibagi menjadi empat bagian utama, masing-masing menawarkan sudut pandang untuk mengeksplorasi tema tentang keluarga, sejarah, dan tanggung jawab sosial. Di bagian pengantar, Pascaries memperkenalkan pembaca pada kebahagiaan dan tantangannya menjadi orang tua, menekankan pentingnya adaptasi dan kesabaran dalam menghadapi tanggung jawab yang baru ia jalani. Saat ia memulai perjalanannya sebagai seorang ayah, ia berusaha memberikan pelajaran berharga kepada putrinya, mendorongnya untuk menerima kemajuan zaman sambil tetap waspada terhadap potensi negatif yang dihasilkannya. Selain itu, melalui pengalamannya sebagai penerjemah dan pekerja paruh waktu, ia menekankan pentingnya menjaga sikap kritis dari perkembangan teknologi beserta implikasi-implikasi sosialnya.

Inti dari pembahasan yang diberikan Pascaries kepada putrinya adalah penanaman kemandirian dan karakter sejak usia dini. Mengambil inspirasi dari orang-orang terpinggirkan seperti Abah Rosidi, ia menekankan pentingnya nilai-nilai disiplin, kesederhanaan, dan solidaritas; sebuah warisan tak berwujud yang jauh lebih berharga daripada kekayaan materi. Dengan memelihara sifat-sifat ini, ia membekali Mafa dengan ilmu-ilmu yang dibutuhkan supaya nanti bisa menghadapi kehidupan nyata dengan percaya diri dan kejujuran.

Ilustrasi seorang ayah sedang membacakan buku cerita kepada anak perempuannya.
(Sumber: pexels.com)

Di sepanjang buku, Pascaries juga mengajak pembaca untuk merenungkan isu-isu sejarah dan sosial secara lebih luas, mulai dari perjuangan rakyat Timor Timur (sekarang Timor-Leste) dalam mewujudkan kemerdekaan sampai arti penting patung-patung ikonis di Jakarta. Melalui pembahasan tentang topik-topik ini, ia mendorong putrinya—dan juga pembaca—untuk mengembangkan pemahaman mendalam tentang dunia di sekitar mereka, sehingga mereka bisa menghadapi fakta-fakta baru yang mereka ketahui; dan mempertanyakan narasi-narasi dominan yang dibentuk oleh para penguasa.

Kemudian, salah satu aspek paling menarik dari buku ini adalah tulisan-tulisannya bisa dinikmati oleh pembaca dari segala usia. Meskipun buku ini direkomendasikan bagi kita yang berusia lima belas tahun ke atas, pesan-pesannya melampaui batas generasi, memicu rasa ingin tahu dan memancing rasa kritis pembacanya dari berbagai latar belakang. Melalui cerita-cerita Pascaries yang membuat kita jadi merenungi tentang topik yang dibahas dan anekdot yang mudah dipahami, pembaca diberikan konsep-konsep kompleks seperti pengertian fasis dan nonfasis, menjelajahi makna kata tersebut dalam konteks personal maupun sosial.

Secara keseluruhan, Enggan Jadi Keluarga Fasis merupakan buku yang menggambarkan tentang cara orang tua dalam membimbing dan memberikan warisan yang tak ternilai kepada anaknya. Melalui surat-suratnya yang ditujukan kepada sang putri, Pascaries memberikan panduan untuk menanamkan kesadaran kritis dan memupuk rasa tanggung jawab sosial bagi generasi mendatang. Sebagai pembaca, kita diingatkan tentang dampak mendalam dari kebijaksaan orang tua, yang ternyata bisa membentuk pola pikir dan sikap anak-anak kita, mengajarkan mereka tentang keberanian, kasih sayang, dan kejujuran dalam menghadapi dunia yang penuh tantangan.

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.