Sumber gambar: cabinlivingmag.com
“Guru, tolong beri aku nasihat apapun kepadaku hari ini tentang hidup,” seorang anak berumur tujuhbelas tahun yang berasal dari tengah kota tiba-tiba datang dan berkata kepada seorang petapa yang hidup serta banyak menghabiskan waktu di dalam hutan. Ternyata, sang petapa sudah dianggap guru oleh anak muda tersebut.
“Ah, kau. Kukira kau sudah tak ingin datang ke sini lagi. Nasihat? Nasihat apa yang kau inginkan dari orang tua yang hidup di dalam hutan seperti ini, anak muda?” jawab si petapa. Ia sedang duduk di bawah pohon dekat gubuk sederhananya. Pagi itu, ketika matahari baru memancarkan sinarnya dan burung-burung bernyanyi dengan merdunya, tiba-tiba ia kedatangan tamu. Ya, si pemuda yang berasal dari tengah kota.
“Aku tahu, sebenarnya kau adalah orang yang bijaksana dan pernah menjabat sebagai Menteri di kerajaan. Kau menetap di hutan ini karena kau telah muak dengan kehidupan di kerajaanmu yang penuh dengan kemunafikan. Dengan begitu, kau merasa bisa menikmati hidup dengan tenang dan bahagia di sini. Aku tahu cerita ini dari temanku yang kemarin mengajakku ke sini. Dan, kau tahu bahwa kemarin aku meremehkan nasihat-nasihatmu dan berkata bahwa kau adalah orang tua yang sok tahu,” si pemuda berhenti sejenak. Kemudian, ia melanjutkan, “Sebagai permintaan maaf, ini aku membawakanmu satu lusin buku terbaik yang kubeli kemarin malam karena kudengar kau memiliki banyak koleksi buku di gubuk sederhanamu itu. Oleh karena itu, aku pun berkesimpulan pasti kau sangat suka membaca buku.”
Sang petapa mendengarkan perkataan si pemuda dengan tatapan ramah dan sesekali menganggukan kepala. Ia pun menerima buku-buku yang diberikan dari si pemuda dari ranselnya.
“Ah, terima kasih banyak. Sebenarnya kau tak usah meminta maaf. Aku juga manusia yang masih suka berbuat salah. Jadi, masalah yang kemarin kita anggap saja sebagai pelajaran hidup dan semoga kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Tentang temanmu itu, sebenarnya kami hanya teman yang suka berdiskusi. Kami sering mendiskusikan masalah apa pun. Seperti yang kau lihat kemarin. Ya, seperti itulah.”
Sang petapa kemudian bangkit dari duduknya. Tubuhnya yang kurus itu ia gerakkan ke kanan dan ke kiri bermaksud untuk merenggangkan tubuhnya. Lalu, ia pun mengajak si pemuda untuk duduk di teras gubuk sederhananya.