Menyelami Kegelapan Manusia melalui 'Orang-Orang Bloomington'

(Sumber gambar: goodreads.com)

Orang-Orang Bloomington adalah karya Budi Darma yang menonjol di antara karya-karyanya karena pendekatannya yang konkret terhadap pengalaman manusia, berbeda dari tema-tema abstrak yang biasanya ia eksplorasi. Ditulis pada akhir 1970-an dan berlatar di Bloomington, sebuah kota kecil di Indianapolis, Amerika Serikat (tempat Budi Darma menempuh studi S2 dan S3 di Indiana University), kumpulan cerita pendek ini menguak sisi gelap perilaku manusia melalui narasi surealis dan penokohan yang absurd. Kemudian, selain menelanjangi pergolakan emosional para tokohnya, buku ini juga menyelami permasalahan humanistik yang muncul dalam interaksi mereka dengan lingkungan dan sesama.

Voyeurisme dan Rasa Ingin Tahu yang Berlebihan

Salah satu benang merah yang menghubungkan cerita-cerita dalam antologi ini adalah voyeurisme (bukan hanya pada konteks seksual, melainkan lebih luas sebagai rasa ingin tahu berlebihan atau "kepo") yang mendorong tindakan para tokohnya. Pada "Laki-Laki Tua Tanpa Nama," misalnya, sang narator, seorang mahasiswa yang tinggal di kamar loteng, menghabiskan waktunya mengamati tetangga-tetangganya. Ia memperhatikan Ny. Nolan yang gemar membunuh hewan dengan batu dan seorang kakek misterius yang mengarahkan senapan dari loteng. Namun, ketika ia mengadu kepada tetangga, ia justru mendapat nasihat: "Janganlah mencampuri urusan orang lain selama tidak merugikan." Sikap acuh tak acuh ini mempertegas isolasi yang dirasakan narator, sekaligus menunjukkan bahwa rasa ingin tahunya tidak diimbangi oleh keinginan untuk benar-benar terhubung.

Voyeurisme ini sering kali berkembang menjadi sesuatu yang lebih gelap. Pada "Keluarga M," sang narator mencurigai dua anak kecil sebagai pelaku yang menggores mobilnya. Rasa curiganya memuncak menjadi paranoia, sampai ia merancang skenario jahat, seperti memasang mesin Coca-Cola agar anak-anak itu terluka oleh pecahan botol. Tindakan ini mencerminkan bagaimana rasa ingin tahu yang tak terkendali mampu berubah menjadi kekejaman yang disengaja. Begitu pula dalam "Joshua Karabis," ketika kekaguman awal narator terhadap bakat puitis Joshua berubah menjadi ketakutan terhadap penyakitnya, menunjukkan kerapuhan hubungan manusia yang dibangun di atas rasa ingin tahu semata.

Absurditas sebagai Cermin Irasionalitas Manusia

Budi Darma memanfaatkan elemen absurditas untuk menggarisbawahi irasionalitas perilaku manusia. Dalam "Orez," sang narator menolak peringatan tentang kecacatan genetik istrinya, yang akhirnya melahirkan anak dengan kondisi fisik dan perilaku layaknya binatang buas. Absurditas keputusannya untuk mengabaikan nasihat, ditambah deskripsi ekstrem tentang anaknya, menciptakan rasa tidak nyaman yang memaksa pembaca merenungkan konsekuensi dari penyangkalan realitas. Sementara itu, dalam "Yorrick," obsesi narator terhadap Catherine dan kecemburuannya pada Yorrick (seorang pria yang dianggapnya buruk rupa tetapi karismatik) menggambarkan betapa irasionalnya emosi manusia seperti cinta dan dendam.

Absurditas ini terletak pada tindakan tokoh dan cara Budi Darma menyajikan kisah yang tampak sederhana tetapi penuh kejanggalan. Gaya berceritanya yang minim ornamen prosa justru memperkuat kesan surealis, sehingga membuat pembaca terperangkap dalam dunia yang aneh tapi nyata.

Bloomington: Latar yang Membentuk Alienasi

Selain sebagai dekorasi, latar Bloomington juga menjadi elemen kunci yang membentuk perilaku para tokoh. Kota kecil ini digambarkan sebagai tempat di mana hubungan antarmanusia terasa dingin dan terputus. Kamar-kamar loteng dan apartemen yang sering muncul dalam cerita menjadi simbol paradoks: tempat yang dijadikan para narator untuk mengamati, tetapi tetap menjaga jarak. Alienasi ini mendorong voyeurisme sebagai upaya menyiasati kesepian, meskipun hasilnya justru memperkuat keterasingan. Dalam "Laki-Laki Tua Tanpa Nama," misalnya, narator terisolasi dari induk semang dan tetangganya, sehingga ia beralih ke jendela loteng untuk mencari "hubungan" dengan dunia luar.

Meskipun demikian, di tengah kegelapan tersebut, Budi Darma menyisipkan kilasan kemanusiaan. Tetangga dalam "Orez" tidak pernah mengolok-olok penampilan anak cacat itu, dan penghuni apartemen dalam "Keluarga M" bersedia membantu keluarga yang tertimpa musibah. Kebaikan ini, meski kecil, memberikan harapan bahwa empati masih mungkin ada di dunia yang keras ini.

Relevansi Orang-Orang Bloomington di Era Modern

Meski berlatar akhir 1970-an, tema-tema dalam Orang-Orang Bloomington tetap relevan sampai sekarang. Di era media sosial, voyeurisme sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari (kita mengintip kehidupan orang lain melalui layar, sering kali tanpa benar-benar ada niat untuk berinteraksi). Obsesi, alienasi, dan potensi kekejaman yang dieksplorasi Budi Darma menjadi cermin bagi masyarakat modern, mengingatkan kita terhadap bahaya rasa ingin tahu yang tak terkendali dan keterputusan emosional yang semakin luas.

***

Orang-Orang Bloomington merupakan karya yang menggabungkan surealisme dan absurditas untuk mengeksplorasi kompleksitas jiwa manusia. Melalui tokoh-tokohnya yang voyeuristik, obsesif, dan terasing, Budi Darma sepertinya berniat untuk menghibur serta mengajak kita merenungkan sisi gelap dalam diri kita sendiri. Buku ini bisa menjadi rekomendasi bagi mereka yang tertarik pada dinamika manusia yang tidak biasa, serta bagi siapa saja yang ingin memahami lebih dalam tentang irasionalitas dan kemanusiaan yang berdampingan dalam kehidupan.

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.