Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia


Sebagai seseorang yang sejak 2012 sering menaikki KRL, membuat saya penasaran tentang bagaimana perubahan perkeretaapian di Indonesia semakin hari semakin lebih baik. Hal itu tidak bisa dilepaskan dari kepemimpinan Ignasius Jonan selama menjabat sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) dari 2009 sampai 2014. Sosoknya yang tegas, disiplin, dan tanpa pandang bulu membuat struktur dan budaya KAI yang dulu lambat, sering merugi, dan tidak memperhatikan kesejahteraan pegawainya, menjadi perusahaan yang berkembang pesat, humanis, dan menguntungkan secara finansial.

Saya masih ingat hal-hal suram tentang kereta api sebelum kepemimpinan Ignasius Jonan, enam di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Kondisi toilet yang cukup kotor di area stasiun sehingga tidak nyaman ketika buang air kecil/besar di sana. Selain itu, setiap orang disuruh bayar setelah memakainya.

2. Saya pernah masuk lewat jendela karena pintu kereta sangat penuh dan membayar tiket langsung ke kondektur, bukan lewat loket.

3. Tak sengaja melihat copet beraksi ketika banyak penumpang di dalam kereta tetapi saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya takut saya yang akan dihajar oleh komplotan pencopet.

4. Pernah naik di lokomotif berdempetan dengan masinis yang mengemudikan kereta.

5. Pernah merasakan kereta mogok di tengah jalan dan harus menunggu cukup lama supaya kereta bisa berjalan lagi.

6. Banyaknya orang yang berjualan di area stasiun dan di dalam kereta.

Nah, dari kejadian-kejadian tersebut, saya mendapatkan penjelasannya di buku ini dan bagaimana Jonan mencari solusi supaya kondisi perkeretaapian di Indonesia bisa menjadi transportasi yang nyaman dan layak digunakan, yaitu:

1. Ketika baru menjabat, Jonan sangat memperhatikan kebersihan toilet stasiun sehingga ia memerintahkan kepada penanggung jawab di setiap stasiun supaya mempekerjakan petugas kebersihan. Selain itu, petugas kebersihan toilet stasiun dilarang menerima uang dari pelanggan kereta api, seperti di toilet umum.

2. Sistem pertiketan di kereta api mulai dirancang sebaik mungkin, salah satunya dengan pembelian sistem daring untuk kereta jarak jauh; dan tiket harian berjaminan (THB) atau kartu multitrip (KMT) untuk KRL. Dengan begitu, tidak ada lagi penumpang yang membayar ke kondektur dan uangnya malah masuk ke kantong pribadi.

3. Sudah banyak satpam yang berjaga di setiap area stasiun dan di dalam kereta, sehingga aksi kriminal, seperti pencopet, bisa dicegah. Hal-hal negatif lainnya yang terjadi di dalam kereta pun bisa langsung dilaporkan kepada satpam yang bertugas.

4. Jonan merasa kesejahteraan masinis dahulu sangat tidak diperhatikan, sehingga oknum masinis sering menaikkan penumpang ke dalam lokomotif supaya mendapatkan uang tambahan. Padahal, area lokomotif itu harus steril dari orang-orang luar agar masinis bisa fokus bertugas. Dari kejadian tersebut, Jonan langsung menaikkan gaji para masinis beserta pegawai stasiun lainnya supaya mereka tidak lagi mencari uang tambahan dari hal-hal yang dilarang oleh PT KAI.

5. Sistem perkeretaapian di Jabodetabek pada zaman sebelum Jonan menjabat adalah banyaknya kereta ekonomi yang berkendala dan tidak layak jalan, sehingga sering mogok bahkan anjlok. Jonan pun secara bertahap menghapus kereta ekonomi dan menggantinya dengan KRL Commuter Line. Ia juga sering mengecek ke lapangan untuk melihat fakta yang terjadi, seperti kondisi rel, persinyalan, dan kereta yang layak dan tidak layak jalan.

6. Melihat kondisi para pedagang kaki lima di area stasiun kereta membuat kawasan stasiun menjadi kumuh dan menyempit. Lantas, Jonan pun dengan tegas merobohkan ruko-ruko yang izinnya tidak jelas beserta pelarangan untuk berjualan di area stasiun dan di dalam kereta. Dari sikapnya tersebut, banyak penolakan terjadi, salah satunya berasal dari BEM UI (Universitas Indonesia). Sebab, mereka merasa penggusuran bagi pedagang sangat tidak manusiawi. Namun, seiring berjalannya waktu, orang-orang yang pernah protes pada akhirnya bisa menikmati kondisi stasiun yang nyaman, aman, dan lebih luas sebagai lahan parkir pelanggan kereta.

***

Secara keseluruhan, buku berjudul Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia yang ditulis Hadi M. Djuraid ini membuat saya memahami tentang "revolusi mental" sesungguhnya. PT KAI yang dulu seperti tidak serius dalam membenahi pelayanan kereta dan dianggap akan susah untuk berubah, ternyata di bawah kepemimpinan Jonan yang tegas bisa membuat suasana perkeretaapian di Indonesia menjadi lebih baik. Meskipun pertentangan dan penolakan terhadap suasana baru pasti ada, Jonan tidak gentar untuk membuat budaya baru dan menghilangkan budaya lama yang dianggap merugikan dan menghambat perkembangan perusahaan. Lebih lanjut, walaupun buku ini dirilis pada 2013, bagi saya pribadi, saya merasakan perubahan tersebut dan merasa lebih nyaman dengan kondisi perkeretaapian sampai sekarang.

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.