PSG berhasil memenangkan trofi Liga Champions 2024/25.
(Sumber gambar: x.com/PSG_English)
Paris Saint-Germain (PSG) meraih kemenangan gemilang atas Inter Milan di final Piala Liga Champions pada Sabtu (31/05/2025), membawa trofi bergengsi tersebut kembali ke kota kelahirannya, Paris. Kompetisi ini pertama kali digagas pada 1954 di kantor surat kabar olahraga Prancis L’Equipe di Rue du Faubourg-Montmartre, Paris. Kemenangan ini tidak hanya menegaskan dominasi PSG di lapangan, melainkan juga menjadi momen bersejarah bagi kota Paris dan klub yang didirikan pada 1970 tersebut.
Performa Luar Biasa PSG
PSG tampil luar biasa dalam pertandingan ini. Pemain seperti Achraf Hakimi, Desire Doue, dan Ousmane Dembele menjadi kunci kemenangan. Hakimi, yang berposisi sebagai bek kanan, justru mencetak gol pembuka dengan berperan sebagai penyerang, menunjukkan fleksibilitas dan kreativitas taktik PSG di bawah asuhan Luis Enrique. Doue, yang bermain dari sisi kanan tetapi sering berpindah ke kiri, serta Dembele, yang bergerak di tengah dan melebar ke sisi lapangan, semakin memperkuat serangan PSG. Gol-gol berikutnya dari Doue, Khvicha Kvaratskhelia, dan Senny Mayulu menegaskan superioritas PSG, dengan skor akhir yang mencerminkan perbedaan kualitas antar kedua tim.
Kelemahan Inter Milan
Sebaliknya, Inter Milan tampil jauh di bawah harapan. Meskipun mereka berencana untuk bermain secara bertahan dan mengandalkan serangan balik, pendekatan ini gagal total karena seringnya kesalahan pada umpan pertama dari lini belakang. Federico Dimarco dan Alessandro Bastoni kerap kali mengoper bola terlalu kencang, sementara Marcus Thuram dan Lautaro Martinez tidak mampu menemukan ritme permainan mereka. Ketergantungan Inter pada permainan kombinasi seperti backheel tidak membuahkan hasil, dan kesalahan-kesalahan kecil, seperti lemparan jauh Denzel Dumfries yang sia-sia, memperparah situasi mereka. Pertandingan ini menjadi malam yang menyedihkan bagi Inter, sehingga PSG memanfaatkan setiap kelemahan lawan mereka.
Makna Historis Kemenangan
Kemenangan ini memiliki makna besar bagi PSG dan Paris. Piala Eropa, yang kemudian di-rebranding menjadi Liga Champions pada 1992, akhirnya kembali ke kota asalnya setelah sekian lama. Meskipun Paris pernah menjadi tuan rumah final sebanyak enam kali, trofi ini belum pernah benar-benar "pulang" ke tangan klub Paris sampai akhir Mei tahun ini. Keberhasilan PSG juga menunjukkan bahwa klub ini telah berkembang menjadi kekuatan besar di sepak bola Eropa, meski usianya relatif muda dibandingkan klub-klub tradisional lainnya.
Strategi PSG: Pemain Top dan Bakat Lokal
Salah satu kunci sukses PSG adalah strategi mereka dalam merekrut pemain-pemain top dari klub-klub Eropa lainnya. Achraf Hakimi, yang dibeli dari Inter, menjadi simbol efektivitas pendekatan ini. Selain itu, pemain seperti Gianluigi Donnarumma (dari AC Milan), Fabian Ruiz (dari Napoli), dan Marquinhos (dari AS Roma) menambah kekuatan skuad. Namun, PSG juga menunjukkan komitmen baru untuk mengembangkan bakat lokal, seperti yang terlihat dari penampilan Senny Mayulu. Pemain berusia 19 tahun kelahiran Paris ini mencetak gol kelima, menjadi bukti bahwa PSG tidak hanya bergantung pada bintang-bintang impor, melainkan juga pada talenta muda dari akademi mereka sendiri.
***
Kemenangan PSG atas Inter Milan pada final Liga Champions 2024/25 adalah pencapaian luar biasa dari kombinasi performa gemilang di lapangan, strategi transfer yang cerdas, dan pengembangan bakat lokal. Trofi ini kembali ke Paris bukan hanya sebagai simbol kemenangan, tapi juga sebagai penegasan bahwa PSG telah menjadi salah satu kekuatan besar di sepak bola Eropa. Dengan komposisi pemain kelas dunia dan bintang muda seperti Mayulu, PSG sepertinya akan terus bersinar di panggung Eropa sampai musim-musim berikutnya.