Media & Kekuasaan: Televisi di Hari-hari Terakhir Presiden Soeharto

Sumber gambar: goodreads.com

Memahami peran media pada zaman Orde Baru memang cukup menarik. Dari buku berjudul Media & Kekuasaan: Televisi di Hari-hari Terakhir Presiden Soeharto (yang awalnya adalah disertasi) yang ditulis Ishadi SK ini, saya pun penasaran dan memutuskan membacanya via iPusnas.

Saat itu ketika Indonesia berhasil meluncurkan Satelit Palapa pada 1976, televisi merupakan media massa yang menjadi favorit masyarakat. Sayangnya, saluran yang tersedia hanya TVRI dan berisi kegiatan-kegiatan positif pemerintah yang akhirnya jadi membosankan. Zaman pun berkembang dan masyarakat bisa mengakses saluran TV lain melalui parabola. Hal tersebut membuat khawatir pemerintah karena mereka tidak bisa mengendalikan saluran-saluran yang diakses masyarakat secara bebas. Lantas, pemerintah pun akhirnya menyetujui untuk mendirikan stasiun TV swasta pada 1989.

Stasiun pertama yang berdiri adalah RCTI, kemudian berlanjut SCTV, Indosiar, dan TPI. Orang-orang yang bisa mendirikan stasiun TV adalah mereka yang dekat dengan Soeharto, jadi tak heran jika beberapa petingginya adalah anak-anak Soeharto sendiri. Sikap pemerintah dalam mengendalikan TV swasta masih tetap kuat. Jadi, acara-acara yang akan ditampilkan pun sebelumnya harus mendapatkan izin Departemen Penerangan. Begitu juga dengan acara berita. Saat itu, TV swasta dilarang membuat program berita sendiri, sehingga mereka hanya menampilkan program berita yang sebelumnya ditayangkan TVRI. Namun, seiring berjalannya waktu, mengetahui bahwa program berita adalah tayangan yang menarik perhatian penonton dan bisa mendapatkan banyak pemasukan dari iklan, maka para petinggi stasiun TV swasta memutuskan untuk memproduksi program beritanya sendiri.

Tak disangka, berdirinya stasiun-stasun TV swasta yang niat awalnya untuk menambah hegemoni Orde Baru, malah secara perlahan yang membuat kekuasaan Orde Baru semakin goyah. Hal itu terjadi menjelang mundurnya Soeharto pada Mei 1998. Demo-demo yang dilakukan mahasiswa semakin masif dan kerusuhan terjadi, membuat para penguasa panik dan harus segera mengendalikan penayangan berita yang menyudutkan Soeharto. Bersyukur, para staf yang mengelola acara berita di TV swasta masih didominasi jurnalis yang bersikap kritis dan ingin melawan arus. Salah satu contohnya adalah Desi Anwar yang memakai pita hitam di acara berita "Seputar Indonesia" RCTI sebagai bentuk kepedulian atas meninggalnya mahasiswa Universitas Trisakti yang ditembak aparat. Efeknya, para petinggi RCTI yang saat itu masih kerabat dekat Soeharto merasa sikap tersebut telah melawan pemerintah.

Itulah sedikit cerita yang disajikan di buku ini. Sebab, masih banyak informasi menarik tentang latar belakang pendirian stasiun TV swasta Indonesia beserta dinamika orang-orang penting yang berperan di dalamnya.

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.