Kehidupan di Awal 2020 Sampai Menjelang Akhir 2023

Ilustrasi seseorang yang sedang melangkah maju (optimistis) untuk menjalani kehidupan.
(Sumber: freepik.com)

Ketika awal 2020 datang, saat itu suasana optimistis dalam menyambut tahun yang baru masih terasa. Saya pun bekerja seperti biasa dan berharap bahwa kehidupan akan menjadi lebih baik setiap hari. Namun, manusia hanya bisa berharap, sedangkan Tuhan yang memutuskan. Tanpa disangka sebelumnya, pemberitaan tentang virus yang saat itu disebut berasal dari Wuhan, Tiongkok, mulai merebak ke seluruh dunia. Orang-orang, termasuk saya, yang berpikir bahwa virus tersebut akan hilang dalam sekejap waktu, harus menerima kenyataan yang sebaliknya. Virus bernama Covid-19 membuat masyarakat seluruh dunia harus melakukan karantina secara total, kita tidak bisa keluar rumah begitu saja karena penyebaran virus yang begitu masif; dan kalau tidak berhati-hati, efeknya adalah kematian.

Dari peristiwa tak terduga itu, ternyata tahun 2020 menjadi batu loncatan bagi saya. Di tengah kondisi yang tidak pasti dan banyak orang yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), saya bersyukur masih memiliki pekerjaan dan mendapatkan gaji secara penuh; meskipun harus menjalani pola kerja dari rumah/work from home (WFH) pada awal Maret. Layar laptop menjadi teman setia sejak saat itu karena rapat kerja harus dilakukan secara daring dan tidak bisa bertatap muka sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Walaupun awalnya terasa sulit karena pekerjaan saya bergantung kepada koneksi internet—yang jaringannya sering kurang stabil di daerah rumah saya—dan obrolan dengan teman-teman satu tim didominasi via teks, akhirnya saya mulai terbiasa.

Tahun 2021, situasi pandemi di Indonesia masih belum membaik. Meskipun begitu, pemerintah sudah mewajibkan masyarakatnya untuk mengikuti vaksinasi sambil terus melaksanakan protokol kesehatan. Saya pun yang ingin pandemi cepat mereda, mengikuti vaksinasi bersama pacar saya (Hessa) yang dilaksanakan di kampus di mana kami pernah berkuliah. Saya juga masih WFH dan mendapatkan gaji secara penuh, sehingga perasaan aman masih terjaga di tengah situasi yang membuat kebanyakan orang merasa khawatir dengan keberlangsungan hidupnya. Meskipun begitu, kerinduan akan suasana kantor dan pertemuan tatap muka dengan teman-teman satu tim semakin menguat.

Tahun 2022 pun muncul dengan membawa sedikit harapan. Meskipun pandemi belum berakhir, masyarakat di Indonesia sudah mulai beradaptasi dan boleh bepergian dengan masker yang wajib dipakai. Kemudian, setelah lebih dari dua tahun WFH, akhirnya pada awal Juli di tahun itu, perusahaan di mana saya bekerja mulai memberlakukan kebijakan supaya para pegawainya kembali bekerja dari kantor/work from office (WFO). Menjalani WFO memberikan semangat baru bagi saya, walaupun suasananya tidak sepenuhnya sama seperti sebelum pandemi menyerang. Sebab, WFO hanya diberlakukan setiap Selasa sampai Kamis, sedangkan Senin dan Jumat adalah WFH. Lebih lanjut, kebijakan tersebut akan terus dievaluasi setiap bulan sehingga jika masih ada pegawai yang terkena Covid-19, kantor pun akan dikosongkan selama seminggu.

Kemudian, tahun 2023 datang begitu cepat. Di tahun ini, menjadi tahun yang cukup kontradiktif bagi saya. Kabar baik datang ketika pandemi dianggap selesai oleh Pemerintah Indonesia. Kita tidak diwajibkan lagi memakai masker dan tidak berurusan lagi dengan birokrasi ribet untuk bepergian seperti pada awal Covid-19 menyerang. Masyarakat pun bersuka cita dan memulai kehidupan secara normal. Tempat wisata, pertemuan, dan kegiatan sosial kembali aktif tanpa beban. Namun, kegembiraan tersebut ternyata berbarengan dengan kekecewaan yang saya rasakan. Sebab, ternyata pada akhir Mei ini, perusahaan di mana saya bekerja mengumumkan PHK kepada beberapa pegawainya. Para pegawai tersebut, termasuk saya, berada di produk aplikasi yang dianggap tidak berkembang, sehingga para petinggi perusahaan pun memutuskan untuk tidak meneruskannya. Jadi, diberikan waktu sebulan, yaitu sampai akhir Juni, supaya kami mengurusi berkas-berkas perpisahan dan mengembalikan fasilitas milik perusahaan (seperti laptop, kartu pengenal, dan sebagainya).

Ketika berita PHK itu diumumkan melalui surel, rasa sedih dan kehilangan menyelimuti hati saya. Kehilangan pekerjaan yang sudah saya jalani selama lebih dari lima tahun, bukan hanya sebagai mata pencaharian, tetapi juga kehilangan komunitas dan kebersamaan dengan teman-teman satu tim. Meskipun demikian, di tengah kekecewaan, saya berusaha mencari sisi positif.

Saya menyadari bahwa selama tiga tahun terakhir, saya telah melewati banyak perubahan dan ketidakpastian dengan memiliki pekerjaan yang menggaji secara penuh kepada para pegawainya. Sambil melihat kembali perjalanan tersebut, saya merasa bersyukur dan penuh rasa terima kasih. Walaupun perjalanan ini berakhir di perusahaan di mana saya mendapatkan pengalaman kerja pertama, saya yakin bahwa ini bukan akhir dari segalanya.

Dengan semangat yang baru, saya memutuskan untuk melangkah maju. Mungkin kehilangan pekerjaan ini adalah kesempatan untuk mengejar impian yang lama terpendam. Sambil mencari pekerjaan kembali, saya menyadari bahwa setiap pintu yang tertutup, membuka pintu baru yang lebih baik. Mungkin ini saatnya untuk mengeksplorasi bidang yang berbeda, memperluas keterampilan, atau bahkan merintis sesuatu yang baru.

Perjalanan hidup saya dari masa pandemi Covid-19 sampai tiga tahun setelahnya, yaitu ketika saya di-PHK, membawa pelajaran berharga tentang ketangguhan dan fleksibilitas. Meskipun masa depan tampak tidak pasti, saya yakin bahwa di balik setiap tantangan hidup, ada hal-hal baik yang menanti. Dengan hati penuh harapan dan tekad yang kuat, saya melangkah ke depan, siap menjalani babak baru dalam perjalanan hidup ini.
Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.