Manchester United mengalahkan Brighton dengan skor 4-2 di Old Trafford.
(Sumber gambar: x.com/premierleague)
Manchester United menunjukkan performa mengesankan di bawah manajerial Ruben Amorim. Kemenangan melawan Brighton & Hove Albion pada Sabtu (25/10/2025), menjadi momen penting ketika MU berhasil meraih tiga kemenangan berturut-turut di Liga Primer Inggris untuk pertama kalinya sejak Februari 2024. Selain mengangkat posisi MU ke peringkat keempat di klasemen sementara, kemenangan ini juga menandai perubahan besar pada gaya permainan tim.
Salah satu kunci keberhasilan MU di bawah Amorim adalah perbaikan taktik yang efektif. Dulu, tim ini sering mendapat kritik karena kesulitan ketika membangun serangan dari belakang, tetapi sekarang mereka tampil lebih cepat dan langsung. Meskipun tidak selalu mengandalkan umpan panjang seperti saat melawan Liverpool, MU menunjukkan gaya bermain yang lebih agresif. Formasi 3-4-3 ala Amorim pun kini tidak lagi dipertanyakan, berkat penyesuaian yang membuat tim lebih kompak. Contohnya, bek seperti Luke Shaw dan Matthijs de Ligt kini lebih berani maju ke lini tengah untuk menekan lawan, yang sebelumnya menjadi kelemahan. Shaw berhasil merebut bola dari Georginio Rutter, sehingga menghasilkan gol dari Casemiro; sementara de Ligt sukses menjaga Danny Welbeck secara ketat. Di lini depan, komunikasi antarpemain juga semakin baik, dengan Benjamin Šeško berperan penting dalam gol Cunha dan Mbeumo. Perbaikan kecil ini telah memberikan hasil nyata: 16 poin dari sembilan pertandingan pembuka, hanya tertinggal tiga poin dari pemuncak klasemen, Arsenal (yang masih memiliki satu pertandingan untuk dimainkan pada hari Minggu ini).
Kontribusi setiap pemain, terutama Matheus Cunha, tidak bisa diremehkan. Cunha akhirnya mencetak gol pertamanya untuk MU; dan sebagai pemain dengan nilai transfer £62 juta, ia sempat menjadi perhatian karena belum mencetak gol dalam delapan pertandingan sebelumnya. Namun, golnya melawan Brighton datang dengan cara yang khas: tendangan akurat dari luar kotak penalti yang tak bisa dihentikan kiper Bart Verbruggen. Performa Cunha, terutama saat melawan Liverpool, memang layak mendapatkan apresiasi, dan gol ini menjadi momen pembuktian baginya. Di sisi lain, Casemiro menunjukkan dirinya sebagai pemain penting di lini tengah. Golnya, meskipun sedikit terbantu oleh defleksi dari Yasin Ayari, serta assist-nya, menegaskan bahwa MU tampil lebih baik saat ia berada di lapangan. Namun, ketika Kobbie Mainoo menggantikan dirinya di menit ke-70, tim terlihat rapuh di area tengah, sehingga Brighton mencetak gol melalui Danny Welbeck dari tendangan bebas. Penggantian cepat dengan memasukkan Manuel Ugarte berhasil menstabilkan situasi, tetapi ini menunjukkan betapa pentingnya pengalaman Casemiro dalam mengelola permainan, meskipun ia sering mendapatkan kartu merah akibat pelanggaran yang kurang penting.
Pertandingan ini juga dipenuhi dengan kontroversi keputusan wasit. Gol ketiga MU yang dicetak Bryan Mbeumo memicu protes dari Brighton, karena mereka merasa Luke Shaw melakukan pelanggaran terhadap Georginio Rutter yang sedang membangun serangan. Namun, VAR dan Michael Oliver menilai hanya sedikit kontak fisik yang dilakukan Shaw, sehingga mensahkan gol tersebut. Di sisi lain, MU merasa dirugikan ketika Amad dijatuhkan Maxim De Cuyper di area penalti, tetapi wasit Anthony Taylor dan VAR sepakat bahwa De Cuyper lebih dulu menyentuh bola. Kontroversi ini menunjukkan betapa ketatnya pertandingan, ketika keputusan kecil bisa mengubah hasil pertandingan, meskipun pada akhirnya MU menang 4-2 berkat gol kedua Mbeumo.
Secara keseluruhan, kemenangan atas Brighton menjadi bukti bahwa Ruben Amorim sedang membangun fondasi yang kuat untuk Manchester United. Dari perbaikan taktik hingga kontribusi pemain inti, tim ini menunjukkan kemajuan signifikan dibandingkan suasana suram sebulan lalu setelah dikalahkan Brentford. Meskipun ada beberapa kontroversi, hasil ini membawa harapan baru bagi para suporter MU. Ke depan, MU perlu menjaga konsistensi ini supaya bisa bersaing di papan atas Liga Primer Inggris.

