Tentang Buku yang Dibaca

Sumber gambar: hipwee.com


Buku bacaan yang gue punya, ternyata mengalami perkembangan tersendiri berdasarkan bertambahnya umur. Maksudnya, semakin bertambah umur dan wawasan yang gue dapat selama ini, gue merasa bahwa buku yang dibaca pun menjadi semakin “berat”, sehingga ilmu yang didapatkan pun menjadi lebih luas.

Dimulai saat TK sampai SD, buku bacaan yang sering gue beli di toko buku adalah buku-buku yang harus ada gambarnya, seperti komik atau buku cerita yang menampilkan cuplikan gambar para tokohnya. Dengan begitu, gue merasa seru untuk membacanya karena diisi oleh gambar-gambar yang dibuat sebegitu menarik.

Kemudian ketika SMP, buku bacaan yang gue beli masih buku yang harus menampilkan gambar di dalamnya. Gue belum bisa membaca buku seperti novel atau kumpulan cerpen yang di dalamnya didominasi oleh tulisan karena itu bisa membuat gue cepat merasa bosan dan akhirnya tertidur.

Lanjut ke SMA. Saat itu di SMA tempat gue mendapatkan ilmu memiliki perpustakaan yang berisi banyak buku, seperti buku pelajaran, komik, novel, dan jenis lainnya. Lalu, karena saat itu gue penasaran untuk membaca novel, mulailah gue melihat satu per satu judul novel yang disusun rapi di rak. Berharap ada judul seru yang bisa menarik hati gue. Beberapa menit kemudian, gue melihat novel yang sampulnya menampilkan seorang lelaki sedang menghisap pipa disertai dengan memakai pakaian ala detektif. Oh, ternyata dia memang detektif. Gue pun membacanya sebentar di sana; dan karena perpustakaan sudah mau ditutup, gue meminjam novel tersebut supaya bisa melanjutkan membacanya di rumah. Dengan begitu, novel pertama yang gue pinjam sekaligus gue baca secara serius adalah Sherlock Holmes karya Sir Arthur Conan Doyle yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Gue meminjamnya karena gue merasa kisah Sherlock Holmes dalam mengungkap misteri kejahatan begitu unik dan beda, sehingga gue berniat untuk membacanya sampai akhir.

Kesukaan gue pada novel berlanjut ketika salah satu teman di kelas sepuluh memperkenalkan gue kepada novel karya Raditya Dika. Ternyata, saat gue baca sekilas, ceritanya sangat absurd dan lucu, sehingga bisa membuat gue tertawa. Sejak saat itu, gue bisa menikmati novel yang masih ringan-ringan saja, maksudnya yang gak harus mengerutkan dahi saat membacanya dan berpikir banyak makna di balik cerita.

Berlanjut memasuki dunia perkuliahan. Gue memilih jurusan Bahasa dan Sastra Inggris untuk melanjutkan pendidikan di kampus. Di sana, gue mendapatkan pengalaman tentang sistem pembelajaran yang baru, yang berbeda dengan saat gue masih menempuh pendidikan di SD sampai SMA. Begitu juga dengan buku yang harus gue baca, didominasi dengan tulisan berbahasa Inggris. Meskipun awalnya gue masih merasa sulit untuk membaca buku yang full berbahasa Inggris, ketika gue mencoba untuk membiasakan diri, akhirnya lama-kelamaan gue bisa menikmatinya. Selain itu, gue mulai mengenal buku-buku sastra saat gue berada di jenjang pendidikan ini. Sebelum kuliah, gue gak begitu tertarik dengan karya sastra yang sering ditampilkan di pelajaran Bahasa Indonesia karena dirasa terlalu membosankan. Jadi, gue mulai benar-benar membaca karya sastra saat memasuki bangku kuliah, tepatnya di semester lima sampai tujuh. Begitu juga dengan buku bacaan yang sering gue beli di toko buku, yang awalnya gue menggemari novel-novel teenlit dan humor, sekarang gue beralih dan menyukai novel-novel yang dulu gue anggap “berat” dan kemungkinan besar bisa membuat gue mengantuk, contohnya seperti novel atau kumpulan cerpen karya Pramoedya Ananta Toer, Eka Kurniawan, dan A.S. Laksana. Karena proses itu, sekarang gue menjadi jarang membaca buku-buku yang isinya berupa cerita yang hanya ber-haha-hihi tanpa mendapatkan sensasi membaca yang lebih mendalam; sebab, gue merasa fase tersebut sudah gue lalui. Gue jadi suka membeli buku yang berisi tentang ide atau gagasan yang tersirat maupun tersurat yang ditulis oleh para cendekiawan atau tokoh-tokoh terkenal, khususnya di bidang sastra. Meskipun begitu, gue masih terbuka untuk membaca buku berkategori apa pun, asal terlebih dulu gue melihat ulasannya di Internet supaya bisa lebih meyakinkan gue untuk membelinya dan uang yang gue keluarkan pun gak sia-sia. Hehehe.

***

Dari cerita gue di atas, gue merasa semakin bertambahnya umur manusia, akan bertambah juga rasa ingin tahu yang mendalam tentang sesuatu. Salah satu sumber untuk menuntaskan rasa ingin tahu tersebut adalah dengan membaca. Sehingga, saat gue merasa bahwa jenis buku atau sumber bacaan lainnya (contoh: artikel di Internet) yang sering dibaca sudah gak relevan dengan suasana atau jalan pikiran gue sekarang, maka beralihlah gue ke kategori bacaan yang dulu gue anggap “berat”, tetapi sekarang justru disukai.

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.