Rindu Ada Batasnya?

Sumber gambar: pexels.com

“Ada batasnya ketika merindukan seseorang.”

Mungkin itu terdengar seperti perkataan orang pesimis. Ya, ketika melihat keadaan di sekelilingnya sudah gak mendukung, lantas dia merasa putus asa dalam melakukan suatu hal. Dalam hal ini adalah “rindu”. Gak ada yang salah untuk merindukan seseorang, asal si perindu memang rela dirinya merindukan seseorang yang─setelah dia selidiki─kemungkinan besar gak akan balik merindukannya.

Jadi, langsung saja ke inti. Sekitar dua hari ini, gue sedang rindu kepada seorang perempuan. Merindukan dia yang dulu, dia yang masih akrab dengan gue dan suka sering mengobrol secara tatap muka atau lewat smartphone. Akan tetapi, ternyata waktu telah membuat kami berubah. Dan akhirnya, kami sudah gak seakrab dulu lagi. Sekarang, dia (gue rasa) sudah bahagia dengan pacarnya. Dan, itu adalah alasan mengapa gue membatasi rasa rindu yang muncul kepada dirinya.

Mengapa merasa dibatasi? 

Menurut gue, merindukan perempuan yang sudah mempunyai pacar adalah hal yang sia-sia jika itu gak dikatakan langsung. Dan, batas di sini adalah gue gak ingin dianggap menjadi pengganggu hubungan orang ketika gue mengatakan, “Aku rindu kamu. Bisa kita bertemu?”. Kemungkinan besar, karena “status” yang sudah mengikatnya, dia akan diam saja sebagai tanda pengabaian atau mengatakan, “Maaf, aku sudah punya pacar. Mungkin, kamu bisa memberikan rindumu itu kepada perempuan lain yang lebih membutuhkan”.

Lantas, mengapa ketika itu gak menjadikannya pacar saat dia─seperti yang sudah lu katakan sebelumnya─masih akrab dengan lu?

Ya, gue mengakui kekalahan gue dalam “mendapatkan” hatinya. Gue terlalu mengulur waktu untuk menyatakan “perasaan” itu, sehingga gue pun “dibalap” oleh lelaki lain. Dan bodohnya, gue gak belajar dari kejadian “balap-membalap” yang pernah gue alami di masa sebelumnya. Oleh karena itu, saat gue mengetahui bahwa dia sudah mempunyai pacar, gue merasa ya-mau-gimana-lagi-itu-sudah-pilihannya. Nampaknya, gue memang harus berguru kepada Rio Haryanto supaya menang dalam hal balap-membalap.

Jadi, solusi lu sekarang apa saat tiba-tiba rasa rindu itu datang kembali?

Gue berusaha untuk menghentikannya saat ini juga dan akan merindukannya lagi ketika gue mendapatkan kabar kalau dia sudah berpisah dengan pacarnya. (Haha, bercanda! Ya enggaklah, lebay banget!)

***

Sudah ya, sudah mau menjelang pagi, nih. Gue mau tidur. Intinya, jangan terlalu diresapi dalam-dalam tulisan gue kali ini karena ini hanya perasaan gelisah belaka yang muncul di dalam pikiran gue, karena:

Rindu itu bebas, gak dibatasi apapun. Yang terpenting, ketika merindukan seseorang─terlepas dia merindukan kita juga atau enggak─selipkanlah doa untuknya supaya dia selalu bahagia dan baik-baik saja di sana.

Post a Comment

2 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
  1. Rindu itu gak berbatas. Rite?
    Ah kenapa sih status membatasi seseorang? Dan kenapa klimaks dari rindu adalah pertemuan? Kadang suka kesiksa kalau rindu tapi gak bisa apa2. Huft. Curhat. Di kolom komentar. Maafin. Ya. Hehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, yun, rindu emang tak terbatas. Yang membatasi terkadang tuh pesimisme dari dalam diri.

      Dan, kenapa klimaks dari rindu adalah pertemuan? Karena esensi dari rindu adalah rasa ingin bertemu, jadi 'pertemuan' adalah tujuan akhirnya. Hehe.

      Delete